Trinitarianisme Sosial dan Trinitarianisme Posisi Tengah

Penghayatan Doktrin Trinitatis oleh Teolog-teolog Abad 20
(Trinitarianisme Sosial dan Trinitarianisme Posisi Tengah)
I.                   Pendahuluan
Seiring perkembangan pemikiran umat manusia, terjadi rasa keingintahuan yang besar yang dimana keingintahuan itu juga dihayati oleh para teolog-teolog untuk mencari tahu bagaimana itu Trinitas. Sehingga para teolog membahas doktrin tentang Trinitas yang memiliki persoalan yang tidak ada habisnya akibat keberbedaan pandangan/pemahaman dari para ahli-ahli teolog dan menghasilkan rumusan yang berbeda-beda. Para Teolog abad 20 juga menghayati doktrin Trinitas. Sehingga pada sajian kali ini kita akan membahas penghayatan doktrin Trinitas oleh Teolog-teolog abad 20, semoga sajian kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Trinitas
Tuhan Allah, yang sebagai sekutu umatNya, telah menyatakan atau memperkenalkan diriNya sebagai Yang Esa, selanjutnya dengan Firman dan karyaNya juga menyatakan atau memperkenalkan diriNya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang didalam ajaran Kristen biasanya disebut: Tritunggal.[1] Trinitas adalah Doktrin Kristen mengenai Ketritunggalan Allah. Trinitas tidak eksplisit disebutkan dalam Pb, tetapi dirumuskan oleh Gereja setelah penelitian terus-menerus atas data Alkitab. Allah yang  Esa dinyatakan sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus, kesemuanya adalah Allah, tetapi setiap oknum dibedakan tersendiri.[2]


2.2. Pengertian Trinitarianisme
Trinitarian adalah sebutan bagi golongan yang percaya akan ajaran Trinitas, yang digunakan untuk menentang ajaran Unitarian.[3] Sedangkan Isme adalah aliran. Jadi dapat dikatakan bahwa Trinitarianisme adalah suatu aliran atau golongan orang yang menganut ajaran tentang Allah yang memiliki tiga pribadi namun satu hakekat. Para tokoh teologi yang mengemukakan tentang trinitas ini adalah untuk menjelaskan keberadaan Allah, sifat dan hakekatnya, melalui perbuatannya karena Allah yang kita percayai itu bukan Allah yang hanya ada secara dogmatis saja, melainkan Ia adalah Allah yang bertindak, berbuat dan berkarya, memelihara, menyelamatkan, membimbing dan menguduskan. Paham Trinitas ini menjelaskan keberadaan Allah yang ridak kelihatan agar menjadi lebih konkrit didalam berbagai perbuatannya. Tujuan dari Trinitatis adalah  untuk menjelaskan kesiapaan Allah dan keberadaanNya yang dapat dikomunikasikan kepada manusia, sehingga manusia lebih mudah memahami, mengenal dan percaya kepada Allah dan juga untuk menjelaskan kerahasiaan Allah yang telah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. [4]
2.3. Pengertian Trinitarianisme Sosial
Trinitas adalah doktrin kristen mengenai ketritunggalan Allah, yang dirumuskan oleh gereja setelah penelitian secara terus-menerus atas data Alkitab, Allah Yang Esa dikatakan sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.[5] Trinitas juga dapat diartikan sebagai ungkapan iman yang dibahasakan sesuai dengan analisa berfikir manusia, dengan maksud untuk menjelaskan keberadaan Allah yang tidak kelihatan, agar menjadi konkrit didalam berbagai perbuatanNya.[6] Trinitarian adalah sebutan bagi orang yang percaya akan trinitas, yang digunakan untuk menentang ajaran unitarian.[7] Sedangkan Isme adalah aliran. Sehingga dapat dikatakan bahwa Trinitarianisme Sosial adalah suatu aliran atau golongan orang yang menganut tentang ajaran Allah yang memandang bahwa Allah itu tiga pribadi dalam satu persekutuan (Oknumnya/subjek) yang dimana didalam Allah terdapat persekutuan (Communio, communicario) dari Bapa, Putra dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi atau subjek dalam arti penuh yang berhubungan satu sama lain.[8]
2.4. Lahirnya Doktrin Teologi Abad 20
Hasil dari keputusan konsili Nicea-Konstantinopel mengenai Trinitas adalah tiga oknum dalam satu hakekat yang sering disebut Tri Personal. Hasil dari Konsili mengenai Trinitas tersebut dihayati kembali oleh teolog abad 20, dimana pemikiran tokoh abad 20 tidak terlepas dari konteks abad 20. Perkembangan ilmu pengetahuan modern dan filsafat menimbulkan pemikiran teologis yang bermacam-maccam yang semua dimaksudkan untuk menjawab tantangan jaman. Pada abad ke 20 hasil dari konsili ini kembali di diskusikan demi pengkontekstualisasian. Nico den Bok membedakan Trinitas dalam 3 paham, yaitu:
1.      Allah Tritunggal itu satu Pribadi, menekankan ketunggalan (Trinitarianisme Monopersonal
2.      Allah Tritunggal itu tiga pribadi, menekankan ketigaan (Trinitarianisme Sosial)
3.      Pandangan kelompok ketiga terletak ditengah (Trinitarianisme Posisi Tengah).[9]
2.5. Konsep Pemahaman Trinitarianisme Sosial
Trinitarianisme Sosial menurut Den Bok dan Pantinga Jr. menunjuk kepada pandangan bahwa, didalam Allah terdapat persekutuan (Communio,Communicatio) dari Bapa,Putra, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi atau subjek dalam arti penuh, yaitu sebagai tiga pusat cinta kasih, kehendak, pengetahuan, dan tindakan berencana yang terpilah-pilah sedemikian rupa sehingga ketiga pribadi Ilahi berhubung-hubungan satu sama lain dengan cara yang bersifat analog yang meskipun juga jauh melebihi hubungan antara para anggota satu badan sosial yang terdiri dari tiga makhluk insani. Para penganut model sosial ini menekankan bahwa yang membuat seorang “Person” menjadi “Person” ialah relasi dengan pribadi lainnya, dan bahwa dalam hal ini pribadi-pribadi insani telah dibentuk menurut contoh pribadi-pribadi Allah Tritunggal sebab Trinitas merupakan perwujudan paling sempurna dari prinsip “Aku menjadi Aku Berkat Engkau”.[10]
2.6. Pemahaman Tokoh Mengenai Trinitarianisme Sosial
Berikut merupakan Pemahaman-pemahaman dari para Teolog-teolog Abad 20 tentang Penghayatan Doktrin Trinitatis:
2.6.1.      Jurgen Moltmann
Moltmann lahir pada tahun 1926 di Hamburg, dan pada tahun 1945-1948 ia menjadi tawanan perang di Belgia dan Ingggris. Pada masa itulah ia mendapatkan iman Kristen, pada tahun 1952 setelah belajar Teologia, ia menjadi pendeta jemaat dan pada tahun 1967 ia menjadi professor teologia sistematis di Universitas Tubigen.[11] Moltmann adalah salah seorang teolog pada abad 20 yang secara tegas menyatakan bahwa sejarah Trinitas merupakan sejarah tiga subjek dalam hubungan persekutuan satu sama lain. Moltmann memandang bahwa ke Esaan Allah bukan sebagai identitas satu subjek yang tunggal, melainkan sebagai pesatuan tiga Pribadi, suatu komunitas dalam arti kata yang penuh. Untuk Trinitas yang bertindak dalam sejarah keselamatan, Moltmann memandang bahwa ketiga subjek tersebut adalah saling berhubung-hubungan. Akan tetapi, kesatuan Trinitas Imanen Itu lebih erat. Seperti dalam pandangan  Schoonenberg, juga dalam teologi moltmann ada ketegangan antara para Pribadi ekonomis yang dilukiskan dengan istilah yang cukup modern di satu pihak dan para pribadi imanen yang digambarkan dengan cara yang lebih tradisional di lain pihak. Proses-proses imanen didalam Trinitas bersifat adikodrati, kekal, dan malah niscaya, sedangkan perutusan ekonomis bersifat sukarela, temporal, dan bebas. Akan tetapi, karena bagi Allah keniscayaan dan kebebasan bertindih tempat, semua term tersebut dijabarkan menjadi spontanitas, terutama spontanitas cinta kasih. Allah mengasihi “dengan sendirinya”.[12]
Ada suatu Alternatif yang memandang kesatuan Trinitas sosial pada dua atau mungkin juga tiga tahap.
a.      Tahap pertama adalah “kesatuan dari satu hakikat”. Bapa menghasilkan anak dan keduanya menghasilkan menghasilkan Roh Kudus.
b.       Tahap Kedua, ketiga pribadi itu diikat bersama-sama dalam kasih. Terhadap kedua tahap kesatuan ini, Moltmann menambahkan
c.       Tahap ketiga, yang dijelaskannya sebagai satu kesatuan “transfigurasi dan iluminasi bersama”. Kesatuan ini merupakan salah satu kemuliaan. Pribadi-pribadi trinitas itu membuat satu dan lainnya bersinar melalui kemuliaan itu, secara bersama-sama dan saling menyinari. Dengan demikian, Moltmann tidak mengemukakan suatu Organis, tetapi satu kesatuan yang bertingkat tiga, yang dipercayai sesuai untuk trinitas karena setiap tingkat spesifik untuk satu anggota partikular dari trinitas tersebut. Pencerahan khususnya dikaitkan dengan Roh, kasih dengan Anak, dan kesatuan asal-usul dengan Bapa.
2.6.2.      Wolfhart Penennberg
Wolfhart Penennberg adalah seorang dosen ilmu Teologi di Heidelberg tahun 1955. Ia berpendapat bahwa “Jika hubungan Trinitas antara Bapa, Putra, dan Roh kudus berupa diferensiasi-diri timbal balik, hubungan itu tidak dapat diartikan sebagai hanya cara berada yang berlain-lainan saja dari satu subjek Illahi yang tunggal, tetapi hanya dapat dimengerti sebagai proses-proses kehidupan dari tiga pusat yang independen”. Bapa, Putra dan Roh Kudus digambarkan sebagai tiga penampakan dari satu medan dan kekuatan yang diidentifikasi sebagai cinta kasih. Daya cintalah yang mendorong para pribadi untuk keluar dari diri sendiri begitu rupa, sehingga mereka menghayati hidupnya bukan dari diri mereka sendiri menuju yang lain, melainan dari yang lain menuju diri mereka sendiri. Tiap-tiap pribadi menerima diri diriNya sendiri dari yang lain. Pribadi Ilahi mempunyai kodrat yang “eksatis”, artinya mempunyai DiriNya dalam pribadi yang lain. Proses menerima dan memberi ini terjadi didalam hakikat Allah yang abadi, namun diteruskan didalam waktu, didalam sejarah Allah dengan umat manusia. Dengan demikian, diri masing-massing pribadi dipertaruhkan sampai pada eksaton. Penennberg memperkuat gagasan ini dengan mengatakan bahwa Allah memperoleh sifat-sifatNya melalui tindakan-tindakanNya yang dipilihnya untuk dilakukan; hakikatNya diperoleh secara Historis. Trinitas yang terlibat dalam suatu proses itu akan diselesaikan secara eskatologis.[13]
2.6.3.      Leonardo Boff
Boff yang merupakan wakil Teologi pembebasan yang terkenal ini menegaskan bahwa nama “Allah” dimaksudkan oleh iman Kristiani ialah Bapa, Putra, dan Roh Kudus dalam kolerasi abadi dan dalam peresapan serta cinta kasih timbal balik sedemikian rupa, sehingga merupakan satu Allah Yang Maha Esa. Kemudian, ditandaskannya bahwa kesatuan ini berarti persekutuan para Pribadi Ilahi. Oleh karena itu, Boff berpendapat bahwa pada awal mula tidak terdapat sang Esa yang kesepian, tetapi persekutuan dari ketiga Pribadi Ilahi.
Hubungan persekutuan antara ketiga pribadi yang seluruhnya berada satu didalam yang satu hakikat dari Bapa, Putra, dan Roh Kudus Itu, harus memperlihatkan peresapan penuh yang timbal balik antara para Pribadi. Kenyataan ini diungkapkan dengan istilah Yunani, “Perikhoresis”, yang artinya “Tinggal bersama”, “berada bersama”, dan “saling meresapi” dari para pribadi yang bersama-sama merupakan satu kehidupan dengan kesamaan derajat tanpa yang satu lebih dahulu atau lebih tinggi dari pada yang lain. Segala sesuatu dimiliki bersama dan dibagikan bersama, kecuali yang langsung itu: apa yang memberdakan-Nya satu sama lain. Bapa seluruhnya didalam Putra dan didalam Roh Kudus; Putra seluruhnya didalam Bapa dan didalam Roh Kudus; dan Roh Kudus seluruhnya berada didalam Bapa dan didalam Putra.[14]
2.7. Trinitarinisme Posisi Tengah
Trinitarianisme Posisi tengah adalah konsep pemikiran yang berada diantara Trinitarianisme monopersonal dan Trinitarianisme Sosial[15] yang dimana ada dua tokoh yang memberikan sumbangsih pemikiran mereka tentang penghayatan doktrin Trinitas, yakni Piet Schoonenberg dan Hans Urs Von Balthasar.
2.8. Pemahaman Tokoh Mengenai Trinitarianisme Posisi Tengah
2.8.1.      Piet Schoonenberg
Schoonenberg mengemukakan bahwa Pribadi Ilahi yang satu itu menajadi antar Pribadi adalah dengan bergerak menuju makhluk-makhluk insani. “Pribadi” bila diterapkan pada Allah, berlaku bagi Allah yang dapat disebut sebagai Bapa, sedangkan Sang Putra dan Roh hanya secara “Ekonomis” saja menjadi Pribadi-pribadi: berkat pergerakan diri Allah menuju manusia maka putra dan Roh semakin “ memprofilasikan” diriNya sendiri ( sambil sekaligus membuat manusia makin lama makin pribadi). Schoonenberg mengatakan bahwa Putra dan Roh mempribadikan diri sendiri, tetapi menganggapnya lebih tepat untuk mengatakan bahwa Pribadi Bapa mempribadikan sabdaNya menajadi Putra (dalam Yesus Kristus) dan Roh-Nya menjadi Roh PutraNya. Dengan cara yang demikian Bapa mempribadikan diriNya sendiri. Proses pergerakan diri Allah menuju manusia itu bersifat abadi dan dikehendakiNya dengan bebas. Proses ini berlangsung di dalam hakikat Allah, karena diri Allah sendirilah yang dipribadikanNya dalam kontak dengan makhluk ciptaanNya itu.[16]
2.8.2.      Hans Urs Von Balthasar
Menurut Von Balthasar, untuk mendekati misteri Tritunggal kedua sudut pandang sangat diperlukan, baik sudut monopersonalnya, maupun sudut sosialnya. Akan tetapi supaya pendirian Balthasar tidak menjadi kontradiksi, maka arti kata “Pribadi” dalam pernyataan bahwa Allah itu satu Pribadi, harus berbeda dengan artian dalam kalimat bahwa Ia tiga Pribadi. Dalam pandangan Balthasar, seorang insani dapat menjadi seorang “Pribadi” (person) dengan memperoleh suatu derajat atau martabat yang melebihi individualitas dan subjektivitas mental yang menghindarkannya dari kemerosotan dalam individualisme. Martabat ini dijelaskan bahwa orang menjadi “pribadi” berkat perutusannNya. Kristus itu Pribadi, karena dia diutus oleh Bapa. Kemudian Pribadi juga dijelaskan sebagai diri yang sempuna yang menyangkal diri, yang terdiri dari kasih murni yang memberikan segala sesuatu kepada yang lain.[17]
III.             Kesimpulan
Sesuai dengan judul penyaji, dan dari semua yang telah di jelaskan di atas maka penyaji dapat menarik kesimpulan bahwa, Trinitas adalah Doktrin Kristen mengenai Ketritunggalan Allah, yang dimana pada Abad 20 para Teolog-teolog memiliki keberbedaan Pendapat. Sehingga muncul berbagai pemahaman-pemahaman dari berbagai tokoh. Trinitarianisme sosial menekankan bahwa didalam Allah terdapat persekutuan (Communio,Communicatio) dari Bapa,Putra, dan Roh Kudus sebagai tiga pribadi atau subjek dalam arti penuh, yaitu sebagai tiga pusat cinta kasih, kehendak, pengetahuan, dan tindakan berencana yang terpilah-pilah sedemikian rupa sehingga ketiga pribadi Ilahi berhubung-hubungan satu sama lain dengan cara yang bersifat analog yang meskipun juga jauh melebihi hubungan antara para anggota satu badan sosial yang terdiri dari tiga makhluk insani. Sementara Trinitarianisme posisi tengah memberikan pemahaman melalui tokohnya yang dimana aggapannya adalah bahwa  Putra dan Roh mempribadikan diri sendiri, tetapi menganggapnya lebih tepat untuk mengatakan bahwa Pribadi Bapa mempribadikan sabdaNya menajadi Putra (dalam Yesus Kristus) dan Roh-Nya menjadi Roh PutraNya. Dengan cara yang demikian Bapa mempribadikan diriNya sendiri. Proses pergerakan diri Allah menuju manusia itu bersifat abadi dan dikehendakiNya dengan bebas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Trinitarianisme posisi tengah ini menengahi Trinitarianime monopersonal yang memandang bahwa Allah Tritunggal itu satu pribadi (bukan Oknum/tentang kehendak/sifat) dan Trinitarianisme Sosial yang memandang bahwa Allah itu tiga pribadi dalam satu persekutuan (Oknumnya/subjek) Trinitarianisme Posisi tengah menengahi dengan menyatakan bahwa Allah itu persona bagi diriNya dan menjadi Tres Persona untuk manusia (cinta kasih), demi manusia Dia menjadi manusia dan Roh.
IV.             Daftar Pustaka
Browning, W.R.F, Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2014
Diester, Nico Syukur, Teologi Sistematika 1, Yogyakarta: Kanisius, 2004
F.D. William Kamus Sejarah Gereja, Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2011
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2013
Lane Tony, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Iman Kristen
Lumban Tobing, Darwin, Teologi di Pasar Bebas, P. Siantar: L-Sapa, 2007
Lumban Tobing, Darwin, Teologi di Pasar Bebas, Pematang Siantar: L-SAPA, 2008

V.                Catatan Dosen
Doktrin Trinitas hanya ada satu, yaitu Konsili Nicea Konstantinopel tahun 138 yang memutuskan bahwa Allah itu 3 Pribadi tetapi 1 hakekat (Tres Personae Una Substantiae), dan tidak boleh ada ada ajaran baru yang mengubah hasil keputusan dari Konsili NK tersebut. Ada beberapa penghayatan orang-orang tertentu pada abag 20 yang mengemukakan 3 cara penghayatan.
-          Monopersonal
Menekankan bahwa Allah Tritunggal itu 1 pribadi (bukan Oknum/tentang kehendak/sifat)
-          Sosial
Menekankan bahwa Allah Tritunggal itu 3 pribadi dalam 1 persekutuan (oknum/subjek) “Tres Personael Una Communie” yang walaupun 3 oknum, tetapi tidak ada oknum yang berpisah dari pribadi yang lain dan tidak ada yang bertindak tanpa persetujuan yang lain. 3 pribadi ini bertindak dalam 1 persekutuan.
-          Posisi Tengah
Paham Trinitas yang menengahi paham Monopersonal dan Sosial,.
     Mono Persona                          Posisi Tengah                          Tres Personae
      (1 Pribadi)                                                                                 (3 Pribadi)    




Allah itu Monopersona bagi diriNya sendiri dan Dia menjadi Tres Personae untuk manusia (cinta Kasih) demi dunia dan Dia menjadi manusia dan Roh.
Dia Monopersona bagi diriNya dan dia menyingkap diriNya secara 3 Persona
Keputusan Konsili Nicea Konstantinopel
“ Tres Personae Una Substantiae”
Tres Persona = Bagi diriNya dan bagi manusia
Una Substantia = di dalam diriNya 
BAPA
                             
                         Tidak sama dengan                                Tidak sama dengan      
ALLAH
                                          YESUS                                   ROH KUS
Tidak sama dengan
Penjelasan:
“Bapa tidak sama (bukan) dengan Yesus, Bapa tidak sama (bukan) dengan Roh Kudus dan Yesus tidak sama (bukan) dengan Bapa, Yesus tidak sama (bukan) dengan Roh Kudus serta Roh Kudus tidak sama (bukan) dengan Bapa dan Roh Kudus tidak sama (bukan) dengan Yesus. Tetapi Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah ( 3 Pribadi 1 Hakikat/ Tres Persona Una Substantia).”
Posisi Tengah dan soial kurang setuju dengan Karl Barth yang menekankan “cara berada” karena membawa orang pada kesesatan (Karl Barth tidak menekankan cara berada itu berbeda , hanya saja pandangan orang yang salah paham/salah mengartikan)
Pencipta ( Yohanes 1:1-3& 14), yang menyelamatkan  (Yohanes 3 :16), yang memelihara ( Yohanes 17:15).



[1] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2013), 103
[2] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2014), 458
[3] William F.D. Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta:BPK-Gunung Mulia, 2011), 459
[4] Darwin Lumban Tobing, Teologi di Pasar Bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2008), 155-156
[5] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-wGunung Mulia, 2014), 458
[6] Darwin Lumban Tobing, Teologi di Pasar Bebas, (P. Siantar: L-Sapa, 2007), 155
[7] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 459
[8] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 164
[9] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2004),164
[10] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 169
[11] Tony lane, Runtut Pijar Sejara Pemikiran Iman Kristen, 245
[12] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), 170
[13] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 170-171
[14] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 172 
[15] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 167
[16] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 167-168
[17] Nico Syukur Diester, Teologi Sistematika 1, 168-169

Komentar

  1. שלום/ Shalom. Yesus di Markus 12 ayat 29 mengutip kalimat dari Musa yang tertulis di Ulangan 6 ayat 4, yang biasa disebut dengan Shema Yisrael. Kalimat ini biasa diucapkan oleh orang Yahudi pada awal ibadah harian mereka juga pada perayaan Shabat atau hari-hari raya lainnya. Dibawah ini teks Ibrani beserta cara mengucapkannya 👇🏻

    Teks Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד. "

    Cara mengucapkannya, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad. "

    Dilanjutkan dengan mengucapkan berkat, " ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד. "
    ( dibaca : barukh Shem kevod malkuto, le'olam va'ed )

    ש🕎✡️🐟📜🖖🏻✝️🗺️🕊️🌾🍇🍎🍏🥛🍯🍷

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tafisiran historis Kritis Kisah para rasul 5:1-25 ananias dan safira

BUKU pengajaran PAK untuk orang dewasa-beserta kotbah